Saya menulis cerita ini dengan serius, bahkan mengingatnya saja saya meneteskan air mata. Semoga tulisan ini dapat menjadi bahan pertimbangan menjadi kacamata bagi kita semua melihat pendidikan dimasa modern ini.
Adalah adik tersayang yang sedang bersekolah di SMKN 1 Satui, kelas XI Jurusan Teknik Komputer & Jaringan (TKJ). Adik tidak divonis tidak naik kelas tetapi mendapatkan vonis harus istirahat dan mengulang kembali kelas XI tahun depan, padahal Ujian akhir Sekolah masih 1 bulan lagi baru dilaksanakan. Bagaimana bisa?
Kurang lebih 2 bulan yang lalu, Adik melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Industri (Prakerin) ato masa kita tempoe doloe disebut Magang, di PT. GMK (Gawi Makmur Kalimantan) di Satui Kabupaten Tanah Bumbu. Sepulang magang dalam perjalanan Adik mendapatkan musibah, ia jadi korban tabrak lari sebuah Dump Truck. Sebuah kecelakaan yang merupakan awal dari nasib malang adikku tersayang. Bagaimana tidak? Adikku mengalami luka berat, kaki patah, tangan patah hingga pendarahan didalam paru-paru, hingga hari ini ia tidak bisa menggerakkan tangan kanannya.
Pihak Perusahaan atau pihak sekolah mungkin tidak merasa bertanggung jawab sedikitpun, tak ada bantuan. Ya, memang para dewan guru terhormat sebagian menjenguk, tapi pihak perusahaan PT.GMK (Wings Group) tidak tahu menahu alias tidak mau tahu. Pihak sekolah cukup membantu dengan pengurusan asuransi dimana dana Rumah Sakit saja berkisar 10 juta lebih, dan hingga sekarang, walau segala keperluan administrasi asuransi pendidikan telah dipenuhi tak kunjung ada kabarnya.
Sungguh menggembirakan baginya ketika ia bisa berjalan dan memulai kegiatan belajarnya di sekolah, walaupun ia masih sakit, ia tetap berusaha sekolah bahkan ia masih sering menelpon atau menemui saya untuk bertanya tentang tugas-tugasnya di Sekolahnya.
Malangnya ketika ia mencoba membiasakan diri dengan cacat yang dia alami, pihak sekolah menyatakan ia sebaiknya istirahat saja dan mengulang kembali sekolahnya tahun ajaran depan. Ayah dan Ibu mencoba berbagai cara, dari guru wali kelas, guru produktif sampai kepala sekolah telah ditemui. Namun pihak sekolah bersikeras bahwa mutlak adanya Adik saya harus mengulang karena tidak bisa menggunakan tangan kanannya untuk praktikum, sedangkan prakerin tidak dipermasalahkan karena telah menjalani minimal waktu yang diharuskan yaitu 2 bulan.
Saya ini guru!! Nama saya Fathul Hafidh, S.Kom pengajar di SMK Komputer Mandiri Banjarbaru dan Dosen pengampu di STMIK Banjarbaru. Saya tau persis bahwa sekejam - kejamnya sekolah tidak boleh menghancurkan moral siswa, Siswa yang cacat akibat kecelakaan sepulang dari kegiata sekolah diucapkan kepadanya "kamu tidak naik kelas" padahal bagi raport saja belum, dimana etika guru? Guru macam apa? sekolah macam apa? untung adik saya tidak bunuh diri, memang tidak, tapi jelas ia menangis tak terisakkan, sakit hati yang mendalam dengan sekolah, dengan Sistem Pendidikan negara tercinta Indonesia. Itu siswa suruh bayar SPP penuh tapi tidak usah belajar, menyabaki sakulahan ja kah? atau berhubungan dengan sekolah yang masih tidak menerima adanya siswa baru cacat?
Itulah Adik saya dan cerita malangnya, hingga sekarang saya belum bisa berpikir apakah tindakan sekolah itu benar? Semoga bagaimanapun kerasnya pendidikan di Indonesia, bagaimanapun disiplinnya sebuah tempat pendidikan, masih menganggap seorang siswa sebagai manusia yang patut dihormati dan disegani.
foto dari http://today.co.id/read/2011/05/06/30150/komite_sekolah_tak_boleh_tolak_anak_cacat
foto dari http://today.co.id/read/2011/05/06/30150/komite_sekolah_tak_boleh_tolak_anak_cacat